Ceritasufi - Sebuah pemikiran dalam menterjemahkan Islam dalam individu dan ummay melalui Pengakuan hati, Ucajaran hingga Prakteknya selalu menjadi pembicaraan tanpa batas zaman. Beginilah Tasawwuf diperdebatkan. Sebagian melebihkan hingga Tassawuf menjadi tumpah di meja noktah Sejarah Islam. Begitu juga penghhujat yang dengan alasannya menghujat Tasawwuf.
Teringat saat masa sekolah dulu, saat booming nya perdebatan Islam dan Agam lain, seorang ulama Islam dari tanah Hidustan yang mashur akan pemahaman Injil nya, berpesan bahwa Islam bukanlah agama yang berlebihan dalam sesuatu. Baik itu berlebihan dalam hal buruk ataupun baik. Sungguh Islam mengajarkan kita untuk Keep Wise and Steady dalam menilai tiap tindakan dan situasi.
Hingga akhirnya sikap berlebihan ini menjadi salah satu pintu masuk syetan dalam mengguliungkan martabat manusia ke martabat hewani. Sampailah pada suatu perkatan bahwa "Terlalu memuji dan terlalu meremehkan" sangat tidak dianjurkan dalam beragama.
Sebagai tamsil sikap pertengahan Islam di ajarkan Rosulullah saw dalam memelihara janggut atau jenggot. Sebagaimana Ibnu Umar meriwayatkan dari Rosulullah saw berkata:
"Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrikin, panjangkanlah janggut
dan pendekkanlah kumis." (HR. Bukhari)
dan pendekkanlah kumis." (HR. Bukhari)
Pembeda. Itulah salah satu yang dianjurkan Rosulullah saw. Membedakan antara Islam dan selain Islam.
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka" (HR. Ahmad)
Tulisan dibawah ini adalah buah pikir seorang Cendikiawan dan Ulama Besar Islam abad 20. Sejak usia 10 tahun telah hafal Alquran yang juga seorang Founding Father (pencetus) Fakultas Syariah di Universitas Qatar dan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi (media.isnet.org).
Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf yang biasa dikenal dengan Dr. Yusuf Qardawi yang telah menulis hampir 125 buku dan 55 buku yang telah di terjemahkan ke Bahasa Indonesia. (biografi.rumus.web.id)
Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf yang biasa dikenal dengan Dr. Yusuf Qardawi yang telah menulis hampir 125 buku dan 55 buku yang telah di terjemahkan ke Bahasa Indonesia. (biografi.rumus.web.id)
Untuk melengkapi Srtikel terdahulu tentang Munculnya Tarekat (Part 1), dan Munculnya Tarekat (Part 2) , Cerita Sufi akan melenyajikan pandangan tentang Tasawwuf berikut ini:
Pertanyaan:
Kapan lahir dan berkembangnya Ilmu Tasawwuf, dan apa pula
keistimewaanya?
Apa alasan orang-orang yang menolaknya dan bagaimana dalilnya
bagi orang-orang yang memujinya?
Jawab:
Masalah tasawuf ini pernah dibahas, tetapi ada baiknya untuk
diulang kembali, sebab
masalah ini sangat
penting untuk menyatakan suatu
hakikat dan kebenaran yang hilang di antara orang-orang yang mencela dan memuji tasawuf tersebut
secara menyeluruh.
Dengan penjelasan
yang lebih luas lagi, sekiranya dapat membuka
tabir yang menyelimuti
bagian yang cerah
ini, sebagai teladan bagi orang yang hendak meninjau ke arah ini, misalnya
ahli suluk yang berjalan ke arah Allah.
Di zaman para
sahabat Nabi saw,
kaum Muslimin serta pengikutnya mempelajari Tasawwuf, agama
Islam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa kecuali.
Tidak satu bagian
pun yang tidak
dipelajari dan dipraktekkan, baik
lahir maupun batin; urusan dunia maupun akhirat; masalah
pribadi maupun kemasyarakatan, bahkan masalah yang
ada hubungannya dengan
penggunaan akal, perkembangan jiwa
dan jasmani, mendapat
perhatian pula. Timbulnya perubahan dan
adanya kesulitan dalam
kehidupan baru yang dihadapinya
adalah akibat pengaruh
yang ditimbulkan dari dalam
dan luar. Dan
juga adanya bangsa-bangsa yang
berbeda pandangan dan
alirannya dalam masyarakat yang
semakin hari kian bertambah besar.
Dalam hal ini,
terdapat orang-orang yang
perhatiannya dibatasi pada bagian akal, yaitu Ahlulkalam, Mu'tazilah.
Ada yang perhatiannya dibatasi pada
bagian lahirnya (luarnya) atau hukum-hukumnya saja,
yaitu Ahli Fiqih.
Ada pula orang-orang yang
perhatiannya pada materi
dan foya-foya, misalnya
orang-orang kaya, dan sebagainya.
Maka, pada saat
itu, timbullah orang-orang
sufi yang perhatiannya terbatas
pada bagian ubudiah
saja, terutama pada bagian
peningkatan dan penghayatan
jiwa untuk mendapatkan keridhaan
Allah dan keselamatan dari kemurkaan-Nya. Demi
tercapainya tujuan tersebut,
maka diharuskan zuhud atau hidup sederhana dan
mengurangi hawa nafsu. Ini diambil dari pengertian syariat dan takwa
kepada Allah.
Disamping itu, kemudian timbul hal baru, yaitu cinta kepada Allah
(mahabatullah). Sebagaimana Siti Rabi'ah Al-Adawiyah, Abu Yazid
Al-Basthami, dan Sulaiman Ad-Darani, mereka adalah tokoh-tokoh sufi. Mereka
berpendapat sebagai berikut:
"Bahwa ketaatan dan kewajiban bukan karena takut pada
neraka, dan bukan keinginan akan surga dan kenikmatannya, tetapi demi cintanya
kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya, supaya dekat dengan-Nya."
Dalam syairnya, Siti Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata:
"Semua orang yang menyembah Allah karena takut akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau
aku tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku cinta kepada Allah dan ingin
ridhaNya."
Kemudian
pandangan mereka itu
berubah, dari pendidikan akhlak dan
latihan jiwa, berubah menjadi
paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham
bersatunya hamba dengan Allah).
Paham ini juga yang dianut
oleh Al-Hallaj, seorang
tokoh Sufi, sehingga dihukum mati
tahun 309 H. karena ia berkata, "Saya adalah Tuhan."
Paham Hulul berarti Allah bersemayam di dalam
makhluk-Nya, sama dengan paham kaum Nasrani terhadap Isa Al-Masih.
Banyak di kalangan
para Sufi sendiri yang menolak paham Al-Hallaj itu. Dan
hal ini juga yang menyebabkan kemarahan para fuqaha khususnya dan kaum
Muslimin pada umumnya.
Filsafat ini sangat
berbahaya, karena dapat menghilangkan rasa tanggung jawab dan
beranggapan bahwa semua
manusia sama, baik yang jahat maupun yang baik; dan yang
bertauhid maupun yang tidak, semua makhluk menjadi tempat bagi Tajalli (kasyaf)
Al-Haq, yaitu Allah SAW.
Dalam keadaan yang
demikian, tentu timbul
asumsi yang bermacam-macam, ada
yang menilai masalah tasawuf
tersebut secara amat fanatik
dengan memuji mereka dan menganggap semua ajarannya itu
baik sekali. Ada pula yang mencelanya, menganggap semua ajaran mereka tidak benar, dan
beranggapan aliran tasawuf itu diambil dari Agama Masehi, Agama Budha, dan lain-lainnya.
Wallhu'alam
Bersambung ke Artikel Tassawuf Antara Dipuji dan Dihujat (Part 2)
Sumber : media.isnet.org
Note: Dengan Beberapa Perubahan pada judul dan kalimat.
No comments:
Post a Comment