Selamat Membaca dan Jangan Lupa Isikan Komentar Anda Ya.....
Barangsiapa belajar ilmu figh tanpa belajar tassawuf maka ia adalah fasiq. Siapa saja yang belajar Ilmu Tassawuf tanpa belajar Ilmu Figh maka ia adalah Zindiq, dan siapa saja yang mengumpulkan keduanya, maka ia adalah ahli Hakikat (Syeikh Al Fasi, Qawaid Al-Tasawwuf)

Tuesday, 18 December 2012

Tasawuf Antara Dipuji dan Dihujat (Part 2)

Salah satu Karya Dr. Yusuf Kardawi
Cerita Sufi - Secara  obyektif  bahwa  Tasawuf itu dapat dikatakan sebagai berikut:

"Tasawuf ada dalam Islam dan mempunyai dasar yang  mendalam. Hal ini tidak dapat dipungkiri dan disembunyikan, dapat dilihat dan dibaca dalam Al-Qur'an, Sunnah Rasul saw. dan para sahabatnya yang mempunyai sifat-sifat zuhud (tidak mau atau menjauhi hubudunya), tidak suka hidup mewah, sebagaimana sikap khalifah Umar r.a, Ali r.a, Abu Darda', Salman Al-Farisi, Abu Dzar r.a. dan lainnya."

Banyak ayat Al-Qur'an yang menganjurkan agar mawas diri dari godaan yang berupa kesenangan atau fitnah dunia.
Tetapi  hendaknya  selalu  bergerak  menuju  ke  jalan  yang ridhai oleh Allah swt. dan berlomba-lomba memohon  ampunan Allah swt, surga-Nya dan takutlah akan azab neraka.

Dalam  Al-Qur,an  dan hadis Nabi saw. juga telah diterangkan mengenai  cinta  Allah swt  kepada  hamba-hamba-Nya  dan   cinta hambaNya  kepada  Allah swt.  Sebagaimana  disebutkan dalam ayat Al-Qur,an:

"Adapun orang-orang yang beriman cintanya sangat besar kepada Allah ..."
(Q.s. Al-Baqarah: 165).

"... Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya ..."
(Q.s. Al-Maidah: 54).

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam
barisan yang teratur (tidak tercerai-berai) ..."
(Q.s. Ash-Shaff: 4).

Diterangkan pula dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai  masalah zuhud,   tawakal,   tobat,   syukursabar,  yakin,  takwa, muraqabah (mawas diri), dan  lain-lainnya  dari  maqam-maqam yang suci dalam agama.

Tidak  ada  golongan lain yang memberi perhatian penuh dalam menafsirkan,  membahas  dengan  teliti  dan  terinci,  serta membagi  segi-segi  utamanya  maqam  ini  selain  para sufi. Merekalah yang paling mahir  dan  mengetahui  akan  penyakit jiwa,  sifat-sifatnya  dan kekurangan yang ada pada manusia, mereka ini ahli dalam ilmu pendidikan yang dinamakan Suluk.

Tetapi, tasawuf tidak berhenti hingga  di  sini  saja  dalam peranannya  di  masa  permulaan,  yaitu adanya kemauan dalam melaksanakan akhlak yang luhur dan hakikat dari ibadat  yang murni  semata  untuk  Allah  swt. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi,  yaitu: 

"Ilmu  tasawuf  itu, kemudian  akan  meningkat  ke  bidang  makrifat  perkenalan, setelah itu ke arah Khasab ungkapan dan karunia  Allah.  Hal ini diperoleh melalui pembersihan hati nurani.

Akhirnya,  dengan  ditingkatkannya  hal-hal  ini,  timbullah penyimpangan, tanpa dirasakan oleh sebagian ahli sufi."

Di antara yang tampak dari penyimpangan sebagian orang-orang sufi adalah sebagai berikut:

1.  Dijadikannya  wijid  (perasaan) dan ilham sebagai ukuran untuk dasar pengetahuan dan lain-lain; juga dapat  dijadikan ukuran   untuk  membedakan  antara  yang  benar  dan  salah. Sehingga sebagian ada yang berkata, "Aku  diberi  tahu  oleh hati dari Tuhanku (Allah)."

Berbeda  dengan  ungkapan  dari  ahli  sunnah  bahwa apabila mereka meriwayatkan ini  dari  si  Fulan,  si  Fulan  sampai kepada Rasulullah saw.

2.  Dibedakannya  antara  syariat  dan hakikat, antara hokum Islam dan yang bebas dari hukumnya.

3. Dikuasai oleh faham Jabariah dan Salabiah, sehingga dapat mempengaruhi  iman  dan akidah mereka, dimana manusia mutlak dikendalikannya. Maka tidak perlu lagi  melawan  dan  selalu bersikap pasif, tidak aktif.

Tidak dihargainya dunia dan perkembangannya. Apa yang ada di dunia  dianggapnya  sepele,  padahal  ayat  Al-Qur,an  telah menyatakan:

"... dan janganlah kamu melupakan akan nasibmu (kebahagiaanmu) dari (kenikmatan) dunia ..." (Q.s. Al-Qashash: 77).

Pikiran dan teori di atas telah  tersebar  dan  dipraktekkan dimana-mana,  dengan  dasar  dan  faham bahwa hal ini bagian dari  Islam,  ditetapkan  oleh  Islam,  dan  ada   sebagian, terutama  dari golongan intelektual, keduanya belum mengerti benar akan hal itu karena tidak mempelajarinya.

Sekali lagi, bahwa orang Sufi dahulu,  selalu menyuruh  jangan  sampai  menyimpang  dari garis syariat dan hukum-hukumnya.

Ibnul Qayyim berkata mengenai  keterangan  dari  tokoh-tokoh sufi, "Tokoh-tokoh sufi dan guru besar mereka, Al-Junaid bin Muhammad (297  H.),  berkata,  ‘Semua  jalan  tertutup  bagi manusia, kecuali jalan yang dilalui Nabi saw.'"

Al-Junaid pun berkata:

"Barangsiapa yang tidak hafal Al-Qur'an dan menulis hadis-hadis Nabi saw. maka tidak boleh dijadikan panutan dan ditiru, karena ilmu kita (tasawuf) terikat pada kitab Al-Qur'an dan As-Sunnah."

Abu Khafs berkata:

"Barangsiapa yang tidak menimbang amal dan segala sesuatu dengan timbangan Al-Kitab dan As-Sunnah, serta tidak menuduh perasaannya (tidak membenarkan wijid-nya), maka mereka itu tidak termasuk golongan kaum tasawuf."

Abu Yazid Al-Basthami berkata:

"Janganlah kamu menilai dan tertipu dengan kekuatan-kekuatan yang luar biasa, tetapi yang harus dinilai adalah ketaatan dan ketakwaan seseorang pada agama dan syariat pelaksanaannya."

Kiranya keterangan yang paling tepat  mengenai  tasawuf  dan para  sufi  adalah  sebagaimana  yang diuraikan oleh Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam  menjawab  atas  pertanyaan,  "Bagaimana pandangan ahli agama mengenai Tasawuf?"

Ibnu Taimiyah memberi jawaban sebagai berikut,

"Pandangan orang dalam masalah tasawuf ada dua, yaitu: Sebagian termasuk Ahli Fiqih dan Ilmu Kalam mencela dan menganggap para Sufi itu ahli bid'ah dan di luar Sunnah Nabi saw.

Sebagian lagi terlalu berlebih-lebihan dalam memberikan pujian dan menganggap mereka paling baik dan sempurna di antara manusia setelah Nabi saw. Kedua-duanya tidak benar. Yang benar ialah bahwa mereka ini sedang dalam usaha melakukan pengabdian kepada Allah, sebagaimana usaha orang-orang lain untuk menaati Allah swt. Dalam kondisi yang prima di antara mereka, ada yang cepat sampai dan dekat kepada Allah, orang-orang ini dinamakan Minal muqarrabiin (orang-orang yang terdekat dengan Allah), sesuai dengan ijtihadnya; ada pula yang intensitas ketaatannya sedang-sedang saja. Orang ini termasuk bagian kanan: Min ashhaabilyamiin (orang-orang yang berada di antara kedua sikap tadi)."

Di antara golongan itu ada yang  salah,  ada  yang  berdosa, melakukan  tobat,  ada  pula yang tetap tidak bertobat. Yang lebih sesat lagi adalah orang-orang yang melakukan kezaliman dan kemaksiatan, tetapi menganggap dirinya orang-orang sufi.

Masih  banyak  lagi dari ahli bid'ah dan golongan fasik yang menganggap dirinya golongan Tasawuf, yang ditolak dan  tidak diakui  oleh  tokoh-tokoh  Sufi  yang  benar  dan  terkenal. Sebagaimana Al-Junaid dan lain-lainnya.

Wallaahu A'lam.

Sumber: media.isnet.org

Note: dengan Sedikit perubahan pada Judul dan kalimat

Artikel Terkait:

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

PRAY TIME

Tasawuf Antara Dipuji dan Dihujat (Part 2)

Salah satu Karya Dr. Yusuf Kardawi
Cerita Sufi - Secara  obyektif  bahwa  Tasawuf itu dapat dikatakan sebagai berikut:

"Tasawuf ada dalam Islam dan mempunyai dasar yang  mendalam. Hal ini tidak dapat dipungkiri dan disembunyikan, dapat dilihat dan dibaca dalam Al-Qur'an, Sunnah Rasul saw. dan para sahabatnya yang mempunyai sifat-sifat zuhud (tidak mau atau menjauhi hubudunya), tidak suka hidup mewah, sebagaimana sikap khalifah Umar r.a, Ali r.a, Abu Darda', Salman Al-Farisi, Abu Dzar r.a. dan lainnya."

Banyak ayat Al-Qur'an yang menganjurkan agar mawas diri dari godaan yang berupa kesenangan atau fitnah dunia.
Tetapi  hendaknya  selalu  bergerak  menuju  ke  jalan  yang ridhai oleh Allah swt. dan berlomba-lomba memohon  ampunan Allah swt, surga-Nya dan takutlah akan azab neraka.

Dalam  Al-Qur,an  dan hadis Nabi saw. juga telah diterangkan mengenai  cinta  Allah swt  kepada  hamba-hamba-Nya  dan   cinta hambaNya  kepada  Allah swt.  Sebagaimana  disebutkan dalam ayat Al-Qur,an:

"Adapun orang-orang yang beriman cintanya sangat besar kepada Allah ..."
(Q.s. Al-Baqarah: 165).

"... Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya ..."
(Q.s. Al-Maidah: 54).

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam
barisan yang teratur (tidak tercerai-berai) ..."
(Q.s. Ash-Shaff: 4).

Diterangkan pula dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai  masalah zuhud,   tawakal,   tobat,   syukursabar,  yakin,  takwa, muraqabah (mawas diri), dan  lain-lainnya  dari  maqam-maqam yang suci dalam agama.

Tidak  ada  golongan lain yang memberi perhatian penuh dalam menafsirkan,  membahas  dengan  teliti  dan  terinci,  serta membagi  segi-segi  utamanya  maqam  ini  selain  para sufi. Merekalah yang paling mahir  dan  mengetahui  akan  penyakit jiwa,  sifat-sifatnya  dan kekurangan yang ada pada manusia, mereka ini ahli dalam ilmu pendidikan yang dinamakan Suluk.

Tetapi, tasawuf tidak berhenti hingga  di  sini  saja  dalam peranannya  di  masa  permulaan,  yaitu adanya kemauan dalam melaksanakan akhlak yang luhur dan hakikat dari ibadat  yang murni  semata  untuk  Allah  swt. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi,  yaitu: 

"Ilmu  tasawuf  itu, kemudian  akan  meningkat  ke  bidang  makrifat  perkenalan, setelah itu ke arah Khasab ungkapan dan karunia  Allah.  Hal ini diperoleh melalui pembersihan hati nurani.

Akhirnya,  dengan  ditingkatkannya  hal-hal  ini,  timbullah penyimpangan, tanpa dirasakan oleh sebagian ahli sufi."

Di antara yang tampak dari penyimpangan sebagian orang-orang sufi adalah sebagai berikut:

1.  Dijadikannya  wijid  (perasaan) dan ilham sebagai ukuran untuk dasar pengetahuan dan lain-lain; juga dapat  dijadikan ukuran   untuk  membedakan  antara  yang  benar  dan  salah. Sehingga sebagian ada yang berkata, "Aku  diberi  tahu  oleh hati dari Tuhanku (Allah)."

Berbeda  dengan  ungkapan  dari  ahli  sunnah  bahwa apabila mereka meriwayatkan ini  dari  si  Fulan,  si  Fulan  sampai kepada Rasulullah saw.

2.  Dibedakannya  antara  syariat  dan hakikat, antara hokum Islam dan yang bebas dari hukumnya.

3. Dikuasai oleh faham Jabariah dan Salabiah, sehingga dapat mempengaruhi  iman  dan akidah mereka, dimana manusia mutlak dikendalikannya. Maka tidak perlu lagi  melawan  dan  selalu bersikap pasif, tidak aktif.

Tidak dihargainya dunia dan perkembangannya. Apa yang ada di dunia  dianggapnya  sepele,  padahal  ayat  Al-Qur,an  telah menyatakan:

"... dan janganlah kamu melupakan akan nasibmu (kebahagiaanmu) dari (kenikmatan) dunia ..." (Q.s. Al-Qashash: 77).

Pikiran dan teori di atas telah  tersebar  dan  dipraktekkan dimana-mana,  dengan  dasar  dan  faham bahwa hal ini bagian dari  Islam,  ditetapkan  oleh  Islam,  dan  ada   sebagian, terutama  dari golongan intelektual, keduanya belum mengerti benar akan hal itu karena tidak mempelajarinya.

Sekali lagi, bahwa orang Sufi dahulu,  selalu menyuruh  jangan  sampai  menyimpang  dari garis syariat dan hukum-hukumnya.

Ibnul Qayyim berkata mengenai  keterangan  dari  tokoh-tokoh sufi, "Tokoh-tokoh sufi dan guru besar mereka, Al-Junaid bin Muhammad (297  H.),  berkata,  ‘Semua  jalan  tertutup  bagi manusia, kecuali jalan yang dilalui Nabi saw.'"

Al-Junaid pun berkata:

"Barangsiapa yang tidak hafal Al-Qur'an dan menulis hadis-hadis Nabi saw. maka tidak boleh dijadikan panutan dan ditiru, karena ilmu kita (tasawuf) terikat pada kitab Al-Qur'an dan As-Sunnah."

Abu Khafs berkata:

"Barangsiapa yang tidak menimbang amal dan segala sesuatu dengan timbangan Al-Kitab dan As-Sunnah, serta tidak menuduh perasaannya (tidak membenarkan wijid-nya), maka mereka itu tidak termasuk golongan kaum tasawuf."

Abu Yazid Al-Basthami berkata:

"Janganlah kamu menilai dan tertipu dengan kekuatan-kekuatan yang luar biasa, tetapi yang harus dinilai adalah ketaatan dan ketakwaan seseorang pada agama dan syariat pelaksanaannya."

Kiranya keterangan yang paling tepat  mengenai  tasawuf  dan para  sufi  adalah  sebagaimana  yang diuraikan oleh Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam  menjawab  atas  pertanyaan,  "Bagaimana pandangan ahli agama mengenai Tasawuf?"

Ibnu Taimiyah memberi jawaban sebagai berikut,

"Pandangan orang dalam masalah tasawuf ada dua, yaitu: Sebagian termasuk Ahli Fiqih dan Ilmu Kalam mencela dan menganggap para Sufi itu ahli bid'ah dan di luar Sunnah Nabi saw.

Sebagian lagi terlalu berlebih-lebihan dalam memberikan pujian dan menganggap mereka paling baik dan sempurna di antara manusia setelah Nabi saw. Kedua-duanya tidak benar. Yang benar ialah bahwa mereka ini sedang dalam usaha melakukan pengabdian kepada Allah, sebagaimana usaha orang-orang lain untuk menaati Allah swt. Dalam kondisi yang prima di antara mereka, ada yang cepat sampai dan dekat kepada Allah, orang-orang ini dinamakan Minal muqarrabiin (orang-orang yang terdekat dengan Allah), sesuai dengan ijtihadnya; ada pula yang intensitas ketaatannya sedang-sedang saja. Orang ini termasuk bagian kanan: Min ashhaabilyamiin (orang-orang yang berada di antara kedua sikap tadi)."

Di antara golongan itu ada yang  salah,  ada  yang  berdosa, melakukan  tobat,  ada  pula yang tetap tidak bertobat. Yang lebih sesat lagi adalah orang-orang yang melakukan kezaliman dan kemaksiatan, tetapi menganggap dirinya orang-orang sufi.

Masih  banyak  lagi dari ahli bid'ah dan golongan fasik yang menganggap dirinya golongan Tasawuf, yang ditolak dan  tidak diakui  oleh  tokoh-tokoh  Sufi  yang  benar  dan  terkenal. Sebagaimana Al-Junaid dan lain-lainnya.

Wallaahu A'lam.

Sumber: media.isnet.org

Note: dengan Sedikit perubahan pada Judul dan kalimat

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews