Selamat Membaca dan Jangan Lupa Isikan Komentar Anda Ya.....
Barangsiapa belajar ilmu figh tanpa belajar tassawuf maka ia adalah fasiq. Siapa saja yang belajar Ilmu Tassawuf tanpa belajar Ilmu Figh maka ia adalah Zindiq, dan siapa saja yang mengumpulkan keduanya, maka ia adalah ahli Hakikat (Syeikh Al Fasi, Qawaid Al-Tasawwuf)

Wednesday, 3 April 2013

Sunni dan Syiah di Tempat kerja




Ceritasufi - Sunni dan syiah. Dua genre yang dianggap beda dan mungkin sering dicari pembeda antar kedua kata ini. Bukan tanpa alasan mereka yang "usil" dengan mengembangkan pembeda-pembeda antara keduanya, tapi tetaplah perbedaan itu sebuah rahmat. 

Mungkin saya tak akan mengikat terlalu jauh untuk melihat kedua istilah ini dalam tulisan kali ini. Sebuah artikel menarik dari http://abna.ir/. 

Awal kisah saat perseteruan antara Sunni Syiah terangkat ke media hingga melahirkan pengrusakan tetu tidak sama sekali prilaku Islam. Berlemah lembut dengan sesama Muslim hilang begitu saja. Boleh jadi semua ini bermula dari keaalpaan dalam memahami pijakan awal kedua istilah ini. 

Perbedaan adalah rahmat yang mana dititik inilah Allah Azza wa Jalla akan menurunkan Ilmu Hikmah Nya (mengambil pelajaran berharga) kepada manusia-manusia yang berfikir. Yah... Berfikir. Kata keramat yang sering Allah sebutkan di dalam Kitab Nya.

Sebelum kisah ini menarik hasil wawancara dari seorang pelajar di Iran, ada baiknya saya ketengehanhkan mengapa kami harus membuat postingan ini. 

Singkat kisah, gejolak penghakiman sepihak terhadap sesatnya Syiah di beberapa wilayah di Indonesia akhirnya membias pula ke kota kecil dimana Guru besar Syeikh Khatib Assambasidi lahirkan. Masyarakat awam semisal kami harus berdecak mulut saat saya mampir di warung kopi saat pulang kerja. Tentunya bukan ini yang menjadi masalah saya pada awalnya.

Beberapa bulan  setelah pertikaian awam, seorang teman kerja bertanya tentang Syiah.
Teman : "Bagaimana menurut abang tentang syiah ?"
Saya    : "Hmm... (didalam hati saya dapat menerka arah pertanyaannya).
                        "Saya kurang faham dengan syiah, karena saya hanya sampai pada bacaan buku standar saja."
Teman: "Saya pikir syiah itu sesat".
Saya   : " Hmm..." Saya berfikir keras untuk mnjawab pernyataan ini. Walau saya bukanlah Syiah, tapi saya 
             tak punya kemampuan sama sekali untuk menyesaatkan si A atau si B.
            "Jangan terlalu mudah menjatuhkan simpulan hanya karena cerita sepotong"

Saya pun mengalihkan pembicaraan ke arah teman kantor yang lain setelah menjawab pertanyaannya. Ungkapan yang rasanya tidak sama sekali layak dikeluarkan bagi seorang muslim. Paling tidak itulah yang ada di pikiranku saat itu. 

Persepsi dan simpulan memang erat kaitannya. Hanya saja persepsi hanyalah sebuah penggalan kecil dari cerita dari kumpulan cerita.

Artikel Terkait:

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

PRAY TIME

Sunni dan Syiah di Tempat kerja




Ceritasufi - Sunni dan syiah. Dua genre yang dianggap beda dan mungkin sering dicari pembeda antar kedua kata ini. Bukan tanpa alasan mereka yang "usil" dengan mengembangkan pembeda-pembeda antara keduanya, tapi tetaplah perbedaan itu sebuah rahmat. 

Mungkin saya tak akan mengikat terlalu jauh untuk melihat kedua istilah ini dalam tulisan kali ini. Sebuah artikel menarik dari http://abna.ir/. 

Awal kisah saat perseteruan antara Sunni Syiah terangkat ke media hingga melahirkan pengrusakan tetu tidak sama sekali prilaku Islam. Berlemah lembut dengan sesama Muslim hilang begitu saja. Boleh jadi semua ini bermula dari keaalpaan dalam memahami pijakan awal kedua istilah ini. 

Perbedaan adalah rahmat yang mana dititik inilah Allah Azza wa Jalla akan menurunkan Ilmu Hikmah Nya (mengambil pelajaran berharga) kepada manusia-manusia yang berfikir. Yah... Berfikir. Kata keramat yang sering Allah sebutkan di dalam Kitab Nya.

Sebelum kisah ini menarik hasil wawancara dari seorang pelajar di Iran, ada baiknya saya ketengehanhkan mengapa kami harus membuat postingan ini. 

Singkat kisah, gejolak penghakiman sepihak terhadap sesatnya Syiah di beberapa wilayah di Indonesia akhirnya membias pula ke kota kecil dimana Guru besar Syeikh Khatib Assambasidi lahirkan. Masyarakat awam semisal kami harus berdecak mulut saat saya mampir di warung kopi saat pulang kerja. Tentunya bukan ini yang menjadi masalah saya pada awalnya.

Beberapa bulan  setelah pertikaian awam, seorang teman kerja bertanya tentang Syiah.
Teman : "Bagaimana menurut abang tentang syiah ?"
Saya    : "Hmm... (didalam hati saya dapat menerka arah pertanyaannya).
                        "Saya kurang faham dengan syiah, karena saya hanya sampai pada bacaan buku standar saja."
Teman: "Saya pikir syiah itu sesat".
Saya   : " Hmm..." Saya berfikir keras untuk mnjawab pernyataan ini. Walau saya bukanlah Syiah, tapi saya 
             tak punya kemampuan sama sekali untuk menyesaatkan si A atau si B.
            "Jangan terlalu mudah menjatuhkan simpulan hanya karena cerita sepotong"

Saya pun mengalihkan pembicaraan ke arah teman kantor yang lain setelah menjawab pertanyaannya. Ungkapan yang rasanya tidak sama sekali layak dikeluarkan bagi seorang muslim. Paling tidak itulah yang ada di pikiranku saat itu. 

Persepsi dan simpulan memang erat kaitannya. Hanya saja persepsi hanyalah sebuah penggalan kecil dari cerita dari kumpulan cerita.

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews